Kamis, 12 Maret 2009

SELATPANJANG (RP) - Terus menipisnya kawasan hutan bakau menjadi perhatian serius pemerintah. Maraknya pengelolaan hutan bakau secara liar, menyebabkan kawasan hutan bakau terus menyempit setiap tahunnya. Untuk itu, perlu langkah penanganan serius yang melibatkan semua pihak.

Hal ini diungkapkan Menteri Kehutanan (Menhut) MS Kaban kepada wartawan di sela-sela acara Tabligh Akbar di Masjid Nurul Yakin, Kelurahan Selatpanjang Timur yang digelar PAC PBB Kecamatan Tebing Tinggi, Selasa (10/3). ‘’Pola pengelolan hutan bakau harus diubah. Jangan ada lagi tebang habis, harus mengacu pada pola tebang pilih. Tebang satu, tanam sepuluh,’’ ujar Menhut.

Menurut Menhut, rusaknya hutan bakau yang menjadi penyangga kawasan pantai menyebabkan terjadi abrasi. Kondisi ini tidak hanya terjadi di Riau, tapi hampir disemua daerah pantai. Dengan rusaknya hutan bakau, hempasan ombak yang menerjang pantai tak lagi bisa ditahan. Ombak langsung menghantam bibir pantai yang secara berangsur-angsur, menyebabkan kawasan tebing pantai runtuh ke laut. Kondisi ini terjadi terus-menerus setiap tahunya. Akibatnya, sebaran kawasan pantai yang diterjang abrasi kian meluas. Bahkan di beberapa daerah, sudah mencapai titik yang mengkhawatirkan.

Dikatakan Menhut, abrasi yang bermuara dari rusaknya kawasan hutan bakau di pantai tidak hanya merusak tekstur pantai. Di sisi lain, dengan rusaknya kawasan hutan bakau, turut berdampak buruk pada eskosistem perairan pantai. Biota-biota pantai yang dulunya banyak ditemukan dan dijadikan sebagai sumber penghidupan masyarakat pantai, secara perlahan ikut musnah. Rusaknya eksositem ini menyebabkan terputusnya mata rantai makanan biota pantai yang kemudian menyebabkan matinya sejumlah biota pantai seperti udang dan ikan-ikan khas pantai seperti sembilang.

‘’Kalau hutan bakau habis, kehidupan masyarakat pantai akan ikut tercabut. Tidak ada lagi kawasan penyangga. Pulau-pulau akan habis terendam gelombang pasang. Untuk itu, hutan bakau harus dipertahankan. Jangan ditebang sembarangan, lakukan penyelamatan dengan melakukan penanaman. Kita harapkan Pemkab dan Pemprov mengalokasikan anggaran untuk penyelamatan hutan bakau di dareah ini,’’ ujar Menhut MS Kaban.

Saat disinggung soal izin pengelolaan kayu bakau untuk bahan baku arang, Menhut mengatakan, itu menjadi kewenangan pemerintah kabupaten. Bupati yang berhak mengeluarkan izin tersebut, bukan lagi menteri. Bupati sebagai kepala daerah tentu lebih mengetahui bagaimana kondisi kawasan hutan bakau mereka.

‘’Sebagai menteri, kita tidak akan ikut campur. Soal izin pengelolaan hutan bakau tetap menjadi kewenangan Bupati untuk mengeluarkan izinnya. Meskipun demikian, harus dengan payung hukum yang jelas dan jangan sampai disalah gunakan,’’ ujarnya.

Mengkhawatirkan
Di bagian lain, Pembina Yayasan Bumi Hijau Lestari Ir H Subkhan Aziz mengungkapkan kerusahkan hutan mangrove termasuk bakau di Riau sudah memasuki tahap yang mengkhawatirkan. Tujuh dari 12 kabupaten dan kota di Riau memiliki hutan mengrove yang luasnya mencapai 1,1 juta hektare. Dari luas itu, hutan mangrove yang masih bagus atau yang bertegakan baik hanya tinggal 12 persen atau sekitar 127.400 hektare.

Menurut Subkhan, sudah banyak hutan mangrove yang dalam kondisi kritis karena dikonversi dan sudah beralih fungsi. Kondisi hutan mangrove yang demikian juga disebabkan ulah manusia. Misalnya karena penebangan liar, pembukaan lahan hutan untuk tambak, kebun atau sawah, pertambangan, pembuatan pelabuhan dan termasuk untuk pemukiman.

‘’Sebenarnya para stake holder di kabupaten dan provinsi sudah menyadari bahkan juga risau terhadap persoalan yang dihadapi hutan mangrove. Namun mereka masih ragu dan bingung untuk menentukan langkah apa yang harus diambil untuk mengatasi persoalan tersebut,’’ papar Subkhan yang juga alumni Institut Pertanian Bogor (IPB) ini kepada Riau Pos, Selasa (10/3).

Dia mengusulkan agar para stake holder yang terkait dengan kerusakan hutan mangrove dapat membentuk lembaga khusus seperti Forum Hutan Mangrove Riau. Forum ini perlu melibatkan banyak pihak dengan keanggotaan lintas kabupaten dan bahkan lintas instansi. Alangkah baiknya, kata dia, pada rakor yang digelar Pemprov Riau dalam waktu dekat persoalan hutan mangrove juga dibicarakan secara serius.

‘’Kehadiran lembaga seperti akan membantu pemerintah dalam penyusunan perencanaan pengelolaan hutan mangrove yang terpadu dan berkesimbungan sesuai tata ruangnya. Lembaga ini juga akan melakukan penelitian dan pengembangan terhadap berbagai potensi yang dimiliki hutan mangrove,’’ papar Subkhan tentang ide tersebut.(amf/rus)