Senin, 21 September 2009

Tersangka, Bibit Tersinggung
18 September 2009

JAKARTA (RP) - Dua pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ditetapkan polisi menjadi tersangka kasus penyalahgunaan wewenang.

Keduanya adalah Chandra M Hamzah dan Bibit S Riyanto. Selain penyalahgunaan wewenang, ada pula dugaan suap yang diterima keduanya.

Namun dugaan tersebut dibantah keras oleh Bibit. “Nggak ada artinya Rp1,5 miliar buat saya,” kata Bibit saat mengikuti sebuah diskusi tentang KPK di Jakarta,kemarin.

Bibit mengatakan, jika hanya mengejar materi, dia mengaku bisa mengumpulkan uang lebih banyak dari suap yang dituduhkan itu. Dia lantas menceritakan pengalamannya saat menjadi Kapolda Kalimantan Timur itu. Ketika itu Bibit banyak menangani perkara pembalakan liar (illegal logging). Kasus itu melibatkan cukong-cukong dan banyak yang menawarkan uang agar lolos dari jerat hukum. Jumlahnya, satu orang bisa mencapai Rp500 juta. “Tapi saya tolak semua,” tegasnya.

Meski siap mengikuti proses hukum, Bibit tidak bisa menutupi perasaannya ditetapkan menjadi tersangka oleh polisi. “Saya tersinggung dijadikan tersangka,” katanya. Sebagai mantan polisi, Bibit tentu bertemu dengan adik-adik tingkatnya saat pemeriksaan.

Namun Bibit mempertanyakan penetapan tersangka karena menyalahgunakan wewenang dalam melakukan pencekalan. Padahal, proses dan prosedur yang dilaluinya sama dengan KPK era Taufiequrrahman Ruki. “Tapi kenapa saya tersangka” Jadi seperti sudah dipilih,” katanya. Di bagian lain, Penasihat KPK Abdullah Hehamahua mengungkapkan bahwa KPK tengah mengkaji munculnya konflik antartiga lembaga penegak hukum: KPK, Kejaksaan dan Polri. “Kami tengah mengkaji apakah ada gesekan terhadap tiga lembaga penegak hukum itu, atau ketiga institusi ini tengah diadu domba oleh pihak master mind di luar sana,” ucap Abdullah, kemarin.

Sementara itu tim penasihat hukum pimpinan KPK kemarin berupaya meluruskan berita yang berkembang soal kasus yang menimpa dua pimpinan KPK, Bibit Samad Riyanto dan Chandra M Hamzah. “Pemeriksaan sampai kemarin penyidik belum menemukan bukti suap kepada pimpinan KPK. Jadi kabar itu sama sekali tidak benar,” ucap Alex Lae, salah satu anggota tim kuasa hukum di kantornya, kemarin.

Dia mengungkapkan bahwa pasal-pasal yang dijeratkan kepada pimpinan KPK sama sekali tak ada yang membahas soal suap. Salah satu Pasal UU Pemberantasan Tipikor, Pasal 12 e, yang dijeratkan selama ini tersebut merupakan jeratan penyalahgunaan wewenang.

Alex juga meminta kepada polisi untuk menghentikan penyidikan kepada pimpinan KPK. Sebab, selama ini terkait penyalahgunaan kewenangan, pihak yang merasa dirugikan bisa menggunakan upaya gugatan rehabilitasi atau pra peradilan. “UU sudah menyediakan saluran dan forum bagi mereka yang tidak puas. Polisi tidak bisa mengkriminalkan kewenangan yang diatur secara konstitusional,” ucapnya. Sejak KPK jilid pertama penetapan pencekalan memang tidak ditetapkan secara kolektif kolegial.

Penasihat hukum lain, Taufik Basari mengungkapkan bahwa pihaknya secepatnya mengkaji langkah-langkah untuk mempersoalkan penyidikan polisi. “Langkah-langkah strategis itu tengah kami data. Namun saya belum bisa memobocorkannya,” ucapnya.

Plt Sementara Pimpinan KPK Segera Ditunjuk
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) segera menunjuk Pelaksana Tugas (Plt) pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk sementara waktu menggantikan pimpinan yang kini berstatus nonaktif karena menjadi tersangka. Penunjukan itu akan didasarkan pada Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) yang juga segera diterbitkan.

SBY mengatakan kepemimpinan KPK tidak akan efektif dengan hanya tinggal tersisa dua pimpinan. Padahal, sesuai undang-undang, pimpinan KPK baru bisa diberhentikan tetap dan diganti setelah menjadi terdakwa. Penggantian melalui mekanisme seleksi di parlemen juga memerlukan waktu yang lama. “Saya berpikir, saya memiliki proposal mengangkat pelaksana tugas anggota KPK, sampai ada kejelasan, apakah kembali aktif, atau diberhentikan tetap,” kata Presiden saat buka puasa bersama wartawan istana kepresidenan di Istana Negara, Jakarta, kemarin. SBY mengatakan, ia telah berkonsultasi dengan Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, dan pimpinan DPR. Menurut ketiga pimpinan lembaga negara itu, Perppu merupakan satu-satunya jalan untuk mengatasi kekosongan kepemimpinan di KPK.(fal/git/sof/jpnn)