Kamis, 24 September 2009

JAKARTA (RP) - Setelah menjalani pemeriksaan sekitar 14 jam, Mabes Polri akhirnya menetapkan dua Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Chandra M Hamzah dan Bibit Samad Riyanto sebagai tersangka dalam kasus dugaan penyalahgunaan wewenang dalam pencekalan terhadap Anggoro Widjaya —Direktur PT Masaro yang menjadi tersangka kasus korupsi pengadaan Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) di Dephut.

Keduanya diancam dengan UU Tipikor dengan ancaman maksimal 6 tahun penjara.

“Hasil penyidikan dari saksi kita tingkatkan sebagai tersangka dua-duanya,” ujar Direktur III Mabes Polri Kombes Pol Yovianus Mahar dalam konferensi pers singkat di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (15/9) pukul 23.50 WIB.

Menurut Yovianus, keduanya dianggap bersalah karena melakukan penyalahgunaan wewenangnya serta memaksa seseorang untuk melaksanakan sesuatu. “Penyalahgunaan kewenangan serta seorang pegawai negeri sipil memaksa seseorang untuk memberikan sesuatu,” ujar Yovianus. Ada barang bukti? “Buktinya salah satunya surat-surat,” jawab Yovianus.

Pasal apa yang akan dikenakan kepada keduanya? “Mereka diancam dengan pasal 23 UU Nomor 31 tahun 1999 Jo UU 20/2001 tentang Tipikor, jo Pasal 421 KUHP, dan atau Pasal 12 huruf e jo Pasal 15 UU 31 1999, Jo UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ancaman minimalnya 1 tahun, maksimal 6 tahun,” kata Yovianus.

Meski ditetapkan sebagai tersangka, kedua pimpinan KPK tersebut belum ditahan. Namun sekitar pukul 10.00 WIB pagi ini, keduanya dijadwalkan kembali diperiksa dengan status baru sebagai tersangka. Sebelumnya dalam pemeriksaan marathon tersebut kedua pimpinan bidang penindakan itu masih diperiksa sebagai saksi.

Dinihari tadi, baik Chandra dan Bibit masih terlihat tersenyum saat keluar bersamaan dari Bareskrim dan menaiki mobil masing-masing. Chandra terlihat menaiki mobil dinasnya Isuzu Panther warna hitam.

Chandra dan Bibit diperiksa dengan dugaan penyalahgunaan wewenang dalam pencekalan terhadap Anggoro Widjaya dan dan Joko Tjandra, koruptor yang terlibat dalam kasus suap Artalyta. Hingga saat ini, Anggoro masih buron.

Dilepas dengan Air Mata
Pagi harinya, Bibit Samad Riyanto dan Chandra M Hamzah sebelum berangkat ke Mabes Polri diantarkan oleh ratusan pendukung. Mereka terdiri dari segenap pegawai KPK, aktifis antikorupsi, profesional dan mahasiswa.

Sebelum mengantarkan Bibit dan Chandra, para pengunjuk rasa yang menamakan dirinya solidaritas putih itu bersama-sama menyanyikan lagu KPK di Dadaku. Lagu itu merupakan saduran dari lagu Garuda di Dadaku yang dipopulerkan kelompok band Netral. “KPK di dadaku, tunjukkan kebersihanmu, ku yakin hari ini kami menang,” teriak para pengunjuk rasa.

Sambil bernyanyi para pengunjuk rasa juga membentangkan poster berisi dukungan kepada lembaga antikorupsi tersebut. Di antaranya, “Selamatkan Indonesia, Selamatkan KPK,” “KPK Rontok, Pemberantasan Korupsi Bobrok,” hingga sindiran kepada Presiden SBY, “Your Silent on KPK Matters is Not Golden”.

Sindiran juga ditunjukkan dengan boneka Godzilla. Ini merupakan sindiran baru gabungan polisi dan Kejaksaan Agung yang disebut-sebut terus-terusan memojokkan keberadaan KPK. Sorak-sorai pendukung KPK ini juga membikin para aktifis antikorupsi menitikkan air mata. Bahkan, mata penasihat KPK Abdullah Hehamahua terlihat berkaca-kaca menyaksikan aksi spontan itu.

Sekitar pukul 09.00 WIB, dua pimpinan KPK, Bibit dan Chandra akhirnya menemui para pengunjuk rasa di teras gedung KPK. Berdiri di samping mereka, dua pimpinan yang lebih dulu menuntaskan pemeriksaan, M Jasin dan Haryono Umar. “Terima kasih atas dukungannya. Ini berarti Anda semua masih menginginkan bangsa ini terbebas dari kasus korupsi,” jelas Bibit.

Dia mengungkapkan bahwa kehadirannya dalam pemeriksaan polisi adalah penghargaan atas proses penegakan hukum. “Pertanyaan untuk saya baru 18. Jadi kami masih harus meneruskan lagi hari ini. Mudah-mudahan kami bisa menyampaikan apa yang kami sampaikan,” ucapnya.

Sementara Chandra M Hamzah, juga mengomentari rencana pemeriksaan polisi kemarin, termasuk kemungkinan dilakukan penahanan. “Lihat saja nanti, mohon doanya,” ucapnya. Sebelum berangkat ke Mabes Polri, dua pimpinann KPK itu juga mendapatkan bunga mawar putih yang menandakan dukungan.

Pengunjuk rasa juga menyematkan pin bergambar “Cicak Lawan Buaya”. Ini merupakan sindiran perseteruan antara KPK dan Polri. KPK dianalogikan Cicak, sementara Polisi dianalogikan dengan Buaya. Nah, gabungan Polisi dan Kejagung melahirkan sebutan baru. Jaksa Agung Hendarman Supandji menyebutnya Godzilla.

Mantan Wakil Ketua KPK Erry Riyana Hardjapamekas mengharapkan bahwa Presiden SBY perlu turun tangan dalam menangani kasus itu. “Tapi tidak dalam intervensi hukum, tetapi memilah mengapa kepentingan oknum kecil dibiarkan begitu saja,” jelasnya.

Menurut Erry, penegakan hukum memang harus dihargai. “Tapi apabila dengan alasan yang diada-adakan itu aneh,” ucapnya. Dia mengungkapkan apabila benar ada penyalahgunaan kewenangan, hal tersebut akan menjadi preseden buruk. “Kejaksaan dapat mempermasalahkan kewenangan pula nantinya,” ujarnya. Sengketa itu harusnya bisa diselesaikan lewat judicial review.

Beberapa saat setelah keberangkatan dua pimpinan KPK itu menyeruak isu, bahwa pimpinan KPK akan mengundurkan diri mana kala polisi benar-benar menjerat pimpinan dengan upaya kriminalisasi wewenang. Namun, soal ini dibantah langsung oleh Wakil Ketua KPK M Jasin. “Kami lihat dulu bagaimana perkembangannya,” jelas Jasin.

Siang harinya di Mabes Polri, Kepala Badan Reserse dan Kriminal Polri, Komisaris Jenderal Susno Duadji membantah isu keretakan hubungan antara Polri, Kejaksaan Agung, dan Komisi Pemberantasan Korupsi. “Seolah-olah Polri, KPK, dan Kejagung terjadi permusuhan, gesekan, senggolan, tidak pernah ada itu,” kata Susno di ruang humas Mabes Polri, Jakarta kemarin.

Susno yang mengenakan baju putih lengan panjang itu menjelaskan, di KPK terdapat personel dari Polri dan Kejaksaan Agung. Susno bahkan berjanji akan tampil paling depan jika ada pihak-pihak yang berusaha menghancurkan KPK. “Ini bukan lip services. Kalau ada yang menghacurkan KPK, kita (Polri) tampil paling depan khususnya saya,” katanya.

Susno, bahkan ikut dalam mendirikan lembaga KPK. “Dulu saya mewakili Polri,” katanya. Susno juga memuji para pimpinan KPK yang bersedia memenuhi panggilan Polri. Sebelum ada pengumuman status tersangka tersebut, Susno juga sempat memberitahukan kepada media bahwa akan ada pengumuman terkait status Chandra dan Bibit di Mabes Polri malam tadi.

Saat dua pimpinan KPK, Bibid Samad Riyanto dan Chandra M Hamzah, diperiksa di Bareskrim Mabes Polri, Kapolri Bambang Hendarso Danuri bersama sekitar 2.500 personel polisi tengah berbuka puasa bersama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Wapres Jusuf Kalla.

Buka puasa bersama itu juga diikuti oleh Wapres terpilih Boediono, pimpinan lembaga tinggi negara, dan para mantan petinggi Polri. Acara buka puasa dilakukan di Rupatama Mabes Polri, yang letaknya tak jauh dari Bareskrim. Juru Bicara Kepresidenan Andi Mallarangeng mengatakan persoalan antara kepolisian dengan KPK merupakan persoalan teknis penegakan hukum.

“Memang kalau ada perbedaan-perbedaan teknis dalam menjalankan tupoksi masing-masing, itu Presiden tidak bisa ikut campur tangan. Yang jelas, KPK sebagai lembaga pemberantasan korupsi harus jalan terus. Demikian pula polisi dalam rangka pemberantasan korupsi juga harus jalan terus,” kata Andi.

Andi mengatakan, pemberantasan korupsi tetap menjadi agenda utama Presiden. Polri dan KPK juga sudah dipertemukan Presiden beberapa waktu lalu, sebelum pemeriksaan pimpinan KPK terkait kasus Masaro. Mensesneg Hatta Rajasa meminta pemanggilan KPK oleh Polri tidak dipolitisasi. Ia meminta semua pihak melihat persoalan hukum secara proporsional. Kata Hatta, tidak pernah ada upaya, terutama dari pemerintah, untuk menggembosi KPK.(git/rdl/fal/sof/fia)