Puasa senantiasa mengajak orang berbuat kebaikan. Dalam kitab Ihya ’ulumuddin, Imam Gazali menggaris bawahi puasa atas tiga tingkatan.
Pertama, pada tingkat umum puasa mengajarkan manusia untuk mencegah perut dan kemaluannya dari pada memenuhi keinginannya. Orang yang sedang berpuasa berarti sedang mengendalikan rasa lapar yang diartikan sebagai rasa kebersamaan dengan orang miskin dimana rasa itulah yang sering dialami mereka, sehingga diharapkan muncul rasa kasih sayang dan toleransi ingin membantu, apalagi hal itu diiringi dengan rasa saling memerlukan.
Karena sesungguhnya orang miskin itu tidaklah ia meminta menjadi miskin, tetapi ketika itu mereka alami, maka perhatian dari masyarakat lainnya akan mempererat hubungan silaturrahim antar sesama umat, dan tidak akan terjadi pertikaian, serta berbagai bentuk kejahatan.
Dengan demikian pengendalian rasa lapar, telah memunculkan rasa kasih sayang kepada sesama makhluk untuk kebaikan hubungan antarsesama manusia. Puasa merupakan perintah Allah, maka bagi yang mentaati-Nya akan merasakan manfaat yang luar biasa atas dirinya. Maka dari itu, orang yang berpuasa seharusnya merasa takut untuk berbuat hal-hal yang dilarang Allah. Berarti ada rasa Allah senantiasa mengawasi seluruh tindak tanduk kita, bahkan kata hati kita.
Kedua, pada tingkat puasa khusus mengajarkan kepada manusia terhadap pencegahan pendengaran, penglihatan, lidah, tangan, kaki dan anggota-anggota tubuh lainnya dari dosa. Apabila pada tingkatan pertama di atas, terjadi interaksi dengan pihak lain, maka pada tingkat ke dua ini, interaksi justru banyak terjadi di dalam diri sendiri. Di sini menunjukkan bagaimana Allah mengajarkan kepada manusia bahwa pengendalian diri itu penting bagi keselamatan manusia itu sendiri, baik di dunia maupun di akhirat.
Dengan berpuasa, manusia disuruh menjaga seluruh anggota tubuh untuk tidak melakukan dosa, baik melalui panca indranya maupun anggota tubuh lainnya, karena pelanggaran larangan, akan membatalkan puasa kita.
Oleh karena itu, rasa marah akibat dari interaksi panca indera dan organ tubuh lainnya dapat dikendalikan dengan rasa takut kepada Allah, yang menimbulkan rasa sabar karena keperluan akan selalu dalam lingkup perlindungan-Nya sehingga menjelma menjadi rasa cinta kepada-Nya.
Ketiga, tingkat puasa khusus dari yang khusus, yaitu puasa hati dari segala cita-cita yang hina dan segala pikiran duniawi serta mencegahnya daripada selain Allah Azzawajalla secara keseluruhan melalui peningkatan kualitas iman yang benar dan lurus yang akan menerangi kehidupan masyarakat dengan pancaran cahayanya sekaligus memberikan pengaruh yang luar biasa terhadap kehidupan baik dalam pemikiran, pemahaman, perasaan, akhlak maupun aturan.
Ketika kita mengamati dinamika kehidupan ekonomi masyarakat, kita lebih banyak mendengarkan keluh kesah, baik dari sama sekali tidak berpunya, maupun yang mampu sekalipun. Iringan antara pekikan keberhasilan ekonomi masyarakat di satu sisi, berdampingan harmonis dengan pekikan kegagalan, kelambanan dan kemiskinan masyarakat kita pada sisi lain. Drama kehidupan yang demikian terjadi silih berganti dengan atau tanpa suatu pandangan tentang masa depan yang jelas.
Globalisasi ekonomi dunia dengan politiknya yang ingin menguasai wilayah lain yang lemah telah menambah keruh dan hiruk pikuknya kehidupan, baik individu, kelompok sampai kepada bangsa. Suatu dinamika yang memerlukan energi dan strategi yang prima agar dapat selamat melewatinya sampai kepada tujuan hidup yang hakiki. Pada saat ini, dalam bulan puasa ini kita masih menghadapi hal yang sama.
Sesungguhnya Islam telah memberikan solusi terhadap permasalahan itu. Ekonomi sendiri yang dalam bahasa latinnya adalah rangkaian dari kata ”Oikos” dan ”Nomos” berarti aturan rumah tangga, telah sesuai dengan pemikiran Islam, bahwa ekonomi menyangkut kepada hal-hal yang berhubungan dengan keimanan, kehidupan, keturunan, dan harta benda. Harta benda diletakkan pada nomor yang terakhir, yang berarti bahwa kebahagiaan seseorang bukanlah disebabkan harta benda semata, tetapi didahului oleh keimanan, kehidupan dan keturunan.
Kondisi ini terbalik dengan pengertian dan pengamalan yang dilakukan oleh manusia dalam sistem ekonomi kapitalis, yang justru harta bendalah yang menjadi kesuksesan seseorang. Pemikiran ini merasuki pemikiran ummat Islam yang tinggal di negara-negara yang menganut sistem tersebut. Akhirnya muncullah orang-orang Islam yang mempunyai pemikiran dalam kehidupannya yang kapitalis, dan berdampak buruk terhadap imej orang akan Islam.
Oleh karena itu, pelaksanaan puasa berhubungan dengan peningkatan kualitas iman merupakan proses kejiwaan yang berhubungan dengan segenap dimensi rohani, yang meliputi akal, keinginan dan perasaan manusia dalam kehidupan. Adnan Ali Rida an-Nadwi dalam bukunya Liqa al-Mu’minin mengatakan bahwa iman bukan sekadar pesan yang diteriakkan, juga bukan pemanis bibir, melainkan keyakinan yang terpancang dalam lubuk hati, pengetahuan yang memenuhi akal pikiran, serta ajaran yang dianut oleh orang-orang yang beriman.
Meningkatnya kualitas iman manusia, berarti kualitas ekonominya juga akan bertambah baik, karena puasa berfungsi sebagai salah satu sarana yang akan membawa manusia kepada suatu kehidupan masyarakat yang jujur, diselimuti kebaikan, melahirkan keyakinan yang kuat akan kebenaran Allah, serta mengakibatkan seluruh anggota tubuh memancarkan perilaku dan amal saleh yang menimbulkan rasa bahagia.
Tatanan kehidupan masyarakat luas, yang berarti tatanan ekonomi akan terwujud seiring dengan perbaikan akhlak masyarakatnya. Ini berarti bahwa sistemlah yang menyebabkan munculnya ketidakstabilan dalam masyarakat selama ini.
Pernyataan ekonomi liberal tentang kelangkaan barang, menyebabkan orang berlomba-lomba dan serakah dalam mengumpulkan harta benda. Dalam Islam tidak pernah disebutkan kelangkaan barang, karena sesungguhnya dunia ini diciptakan Allah untuk kemaslahatan ummat, bukan kelompok golongan ataupun individu. Namun dalam sistem yang kita rasakan selama ini telah menimbulkan ini kebobrokan ke depannya. Ketika pertumbuhan ekonomi yang meningkat, seharusnya kesejahteraaan masyarakat luas juga meningkat.
Kenyataannya justru terbalik, karena kejahatan ekonomi terus naik, baik yang berupa tindakan kekerasan karena alasan ekonomi sampai kepada melakukan korupsi karena alasan ekonomi, dan bahkan justru menimbulkan model kejahatan ekonomi baru yang lebih canggih.
Dua sistem ekonomi dunia (kapitalis dan sosialis) yang berkuasa selama ini akhirnya tidak dapat mencapai kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan, melainkan hanya untuk individu atau kelompok tertentu saja, sehingga menimbulkan gap yang makin lebar antara yang kaya dengan yang miskin.
Menyimak dari apa yang dikemukakan di atas, bahwa kesuksesan akan pengumpulan harta hendaklah diimbangi dengan kebahagiaan yang dicapai melalui harta tersebut, yang dalam kata lain adalah kesuksesan jasmaniah yang tidak diimbangi dengan kesuksesan rohaniah yang berakhlak, membawa efek terhadap ketidak sejahteraan masyarakat secara lahir dan bathin, sehingga menimbulkan ketimpangan yang berakhir pada keresahan. Kondisi tersebut saat ini menghantui kehidupan orang muslim sedunia.
Masyarakat muslim dunia telah mengalami ujian yang cukup berat. Berbagai mazhab (pemikiran dan keyakinan) modern yang diproduksi oleh bangsa Barat telah banyak mempengaruhi caranya berfikir dan mengambil keputusan untuk masyarakatnya. Apalagi mazhab dan pemikiran tersebut tidak memberi ruang untuk hidup agama.
Kalaupun diberi ruang, makna hakikinya didangkalkan, dilucuti dan diselewengkan sedemikian rupa dan hanya dijadikan alat untuk meninabobokkan dan menggiring masyarakat pada tujuan yang bertentangan dengan keridhaan Allah dan Rasul-Nya. Agama hanya ditampilkan sebagai kulit luarnya saja, seraya dijauhkan dari politik, pendidikan, budaya, dan peradaban umat manusia.
Peningkatan kualitas iman yang merupakan sasaran penguatan dari puasa menjadi sangat penting untuk pendorong, penggerak, pembangun dan percepatan alamiah sebagai sumber kekuatan meraih prestasi yang gemilang. Maka kesejahteraaan masyarakat yang hakiki akan tercapai, selain diupayakan dengan kerja keras, dan pemerataan pendapatan, juga dilandasi dengan keimanan.
Ketika saya berkesempatan ke Eropa, terlihat bahwa perbedaan kualitas hidup manusia dibedakan atas kualitas keyakinan dan kemampuan untuk mengelola keyakinan itu sendiri. Tempaan kehidupan mereka sehari-hari menumbuhkan jiwa ”struggle” yang membuat mereka mampu menghadapi berbagai cobaan.
Allah telah nyata-nyata mengatakan bahwa manusia itu selalu diuji. Untuk itu juga telah dipersiapkan berbagai jalan untuk menghadapi cobaan tersebut. Bahkan dijanjikan akan sukses, bahagia dunia dan akhirat apabila kita melaksanakan dan mencapai ridhanya. Alhmadulillah dalam bulan puasa ini bertaburan ridha Allah dan banyak fasilitas untuk mendapatkannya.
Momen bulan puasa ini dapat kita manfaatkan dengan baik, sehingga mampu membawa perubahan yang luar biasa pada diri dan masyarakat kita. Kebanggaan sebagai muslim hendaklah bertumbuh dengan baik, tanpa takut dikatakan ortodok, terkebelakang, kaku, dan tidak modern dan lain sebagainya. Karena sesungguhnya Islam itu mampu mengisi seluruh aspek kehidupan baik zaman dahulu maupun dunia semodern apapun.
Apalagi puasa mengajarkan kepada kita bagaimana pedihnya rasa lapar seraya mengajak orang muslim yang mampu untuk berbagi sehingga tercipta suatu kesatuan masyarakat yang solid. Puasa mengajarkan kejujuran, karena dengan kejujuran perekonomian akan berjalan dengan baik.
Sifat yang suka menipu, mengurangi timbangan dan lainnya berubah baik dalam puasa sampai sesudah puasa sehingga menjadi way of life-nya. Dapat kita bayangkan dengan berpuasa ini, apabila masyarakat Islam secara serempak melaksanakan puasa sampai ke tingkatan ketiga yang dikemukakan oleh Imam Gazali, maka suasana kebahagiaan sebagai tujuan ekonomi akan muncul. ***
Prof Dr H Detri Karya MA Rektor Universitas Islam Riau
Pertama, pada tingkat umum puasa mengajarkan manusia untuk mencegah perut dan kemaluannya dari pada memenuhi keinginannya. Orang yang sedang berpuasa berarti sedang mengendalikan rasa lapar yang diartikan sebagai rasa kebersamaan dengan orang miskin dimana rasa itulah yang sering dialami mereka, sehingga diharapkan muncul rasa kasih sayang dan toleransi ingin membantu, apalagi hal itu diiringi dengan rasa saling memerlukan.
Karena sesungguhnya orang miskin itu tidaklah ia meminta menjadi miskin, tetapi ketika itu mereka alami, maka perhatian dari masyarakat lainnya akan mempererat hubungan silaturrahim antar sesama umat, dan tidak akan terjadi pertikaian, serta berbagai bentuk kejahatan.
Dengan demikian pengendalian rasa lapar, telah memunculkan rasa kasih sayang kepada sesama makhluk untuk kebaikan hubungan antarsesama manusia. Puasa merupakan perintah Allah, maka bagi yang mentaati-Nya akan merasakan manfaat yang luar biasa atas dirinya. Maka dari itu, orang yang berpuasa seharusnya merasa takut untuk berbuat hal-hal yang dilarang Allah. Berarti ada rasa Allah senantiasa mengawasi seluruh tindak tanduk kita, bahkan kata hati kita.
Kedua, pada tingkat puasa khusus mengajarkan kepada manusia terhadap pencegahan pendengaran, penglihatan, lidah, tangan, kaki dan anggota-anggota tubuh lainnya dari dosa. Apabila pada tingkatan pertama di atas, terjadi interaksi dengan pihak lain, maka pada tingkat ke dua ini, interaksi justru banyak terjadi di dalam diri sendiri. Di sini menunjukkan bagaimana Allah mengajarkan kepada manusia bahwa pengendalian diri itu penting bagi keselamatan manusia itu sendiri, baik di dunia maupun di akhirat.
Dengan berpuasa, manusia disuruh menjaga seluruh anggota tubuh untuk tidak melakukan dosa, baik melalui panca indranya maupun anggota tubuh lainnya, karena pelanggaran larangan, akan membatalkan puasa kita.
Oleh karena itu, rasa marah akibat dari interaksi panca indera dan organ tubuh lainnya dapat dikendalikan dengan rasa takut kepada Allah, yang menimbulkan rasa sabar karena keperluan akan selalu dalam lingkup perlindungan-Nya sehingga menjelma menjadi rasa cinta kepada-Nya.
Ketiga, tingkat puasa khusus dari yang khusus, yaitu puasa hati dari segala cita-cita yang hina dan segala pikiran duniawi serta mencegahnya daripada selain Allah Azzawajalla secara keseluruhan melalui peningkatan kualitas iman yang benar dan lurus yang akan menerangi kehidupan masyarakat dengan pancaran cahayanya sekaligus memberikan pengaruh yang luar biasa terhadap kehidupan baik dalam pemikiran, pemahaman, perasaan, akhlak maupun aturan.
Ketika kita mengamati dinamika kehidupan ekonomi masyarakat, kita lebih banyak mendengarkan keluh kesah, baik dari sama sekali tidak berpunya, maupun yang mampu sekalipun. Iringan antara pekikan keberhasilan ekonomi masyarakat di satu sisi, berdampingan harmonis dengan pekikan kegagalan, kelambanan dan kemiskinan masyarakat kita pada sisi lain. Drama kehidupan yang demikian terjadi silih berganti dengan atau tanpa suatu pandangan tentang masa depan yang jelas.
Globalisasi ekonomi dunia dengan politiknya yang ingin menguasai wilayah lain yang lemah telah menambah keruh dan hiruk pikuknya kehidupan, baik individu, kelompok sampai kepada bangsa. Suatu dinamika yang memerlukan energi dan strategi yang prima agar dapat selamat melewatinya sampai kepada tujuan hidup yang hakiki. Pada saat ini, dalam bulan puasa ini kita masih menghadapi hal yang sama.
Sesungguhnya Islam telah memberikan solusi terhadap permasalahan itu. Ekonomi sendiri yang dalam bahasa latinnya adalah rangkaian dari kata ”Oikos” dan ”Nomos” berarti aturan rumah tangga, telah sesuai dengan pemikiran Islam, bahwa ekonomi menyangkut kepada hal-hal yang berhubungan dengan keimanan, kehidupan, keturunan, dan harta benda. Harta benda diletakkan pada nomor yang terakhir, yang berarti bahwa kebahagiaan seseorang bukanlah disebabkan harta benda semata, tetapi didahului oleh keimanan, kehidupan dan keturunan.
Kondisi ini terbalik dengan pengertian dan pengamalan yang dilakukan oleh manusia dalam sistem ekonomi kapitalis, yang justru harta bendalah yang menjadi kesuksesan seseorang. Pemikiran ini merasuki pemikiran ummat Islam yang tinggal di negara-negara yang menganut sistem tersebut. Akhirnya muncullah orang-orang Islam yang mempunyai pemikiran dalam kehidupannya yang kapitalis, dan berdampak buruk terhadap imej orang akan Islam.
Oleh karena itu, pelaksanaan puasa berhubungan dengan peningkatan kualitas iman merupakan proses kejiwaan yang berhubungan dengan segenap dimensi rohani, yang meliputi akal, keinginan dan perasaan manusia dalam kehidupan. Adnan Ali Rida an-Nadwi dalam bukunya Liqa al-Mu’minin mengatakan bahwa iman bukan sekadar pesan yang diteriakkan, juga bukan pemanis bibir, melainkan keyakinan yang terpancang dalam lubuk hati, pengetahuan yang memenuhi akal pikiran, serta ajaran yang dianut oleh orang-orang yang beriman.
Meningkatnya kualitas iman manusia, berarti kualitas ekonominya juga akan bertambah baik, karena puasa berfungsi sebagai salah satu sarana yang akan membawa manusia kepada suatu kehidupan masyarakat yang jujur, diselimuti kebaikan, melahirkan keyakinan yang kuat akan kebenaran Allah, serta mengakibatkan seluruh anggota tubuh memancarkan perilaku dan amal saleh yang menimbulkan rasa bahagia.
Tatanan kehidupan masyarakat luas, yang berarti tatanan ekonomi akan terwujud seiring dengan perbaikan akhlak masyarakatnya. Ini berarti bahwa sistemlah yang menyebabkan munculnya ketidakstabilan dalam masyarakat selama ini.
Pernyataan ekonomi liberal tentang kelangkaan barang, menyebabkan orang berlomba-lomba dan serakah dalam mengumpulkan harta benda. Dalam Islam tidak pernah disebutkan kelangkaan barang, karena sesungguhnya dunia ini diciptakan Allah untuk kemaslahatan ummat, bukan kelompok golongan ataupun individu. Namun dalam sistem yang kita rasakan selama ini telah menimbulkan ini kebobrokan ke depannya. Ketika pertumbuhan ekonomi yang meningkat, seharusnya kesejahteraaan masyarakat luas juga meningkat.
Kenyataannya justru terbalik, karena kejahatan ekonomi terus naik, baik yang berupa tindakan kekerasan karena alasan ekonomi sampai kepada melakukan korupsi karena alasan ekonomi, dan bahkan justru menimbulkan model kejahatan ekonomi baru yang lebih canggih.
Dua sistem ekonomi dunia (kapitalis dan sosialis) yang berkuasa selama ini akhirnya tidak dapat mencapai kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan, melainkan hanya untuk individu atau kelompok tertentu saja, sehingga menimbulkan gap yang makin lebar antara yang kaya dengan yang miskin.
Menyimak dari apa yang dikemukakan di atas, bahwa kesuksesan akan pengumpulan harta hendaklah diimbangi dengan kebahagiaan yang dicapai melalui harta tersebut, yang dalam kata lain adalah kesuksesan jasmaniah yang tidak diimbangi dengan kesuksesan rohaniah yang berakhlak, membawa efek terhadap ketidak sejahteraan masyarakat secara lahir dan bathin, sehingga menimbulkan ketimpangan yang berakhir pada keresahan. Kondisi tersebut saat ini menghantui kehidupan orang muslim sedunia.
Masyarakat muslim dunia telah mengalami ujian yang cukup berat. Berbagai mazhab (pemikiran dan keyakinan) modern yang diproduksi oleh bangsa Barat telah banyak mempengaruhi caranya berfikir dan mengambil keputusan untuk masyarakatnya. Apalagi mazhab dan pemikiran tersebut tidak memberi ruang untuk hidup agama.
Kalaupun diberi ruang, makna hakikinya didangkalkan, dilucuti dan diselewengkan sedemikian rupa dan hanya dijadikan alat untuk meninabobokkan dan menggiring masyarakat pada tujuan yang bertentangan dengan keridhaan Allah dan Rasul-Nya. Agama hanya ditampilkan sebagai kulit luarnya saja, seraya dijauhkan dari politik, pendidikan, budaya, dan peradaban umat manusia.
Peningkatan kualitas iman yang merupakan sasaran penguatan dari puasa menjadi sangat penting untuk pendorong, penggerak, pembangun dan percepatan alamiah sebagai sumber kekuatan meraih prestasi yang gemilang. Maka kesejahteraaan masyarakat yang hakiki akan tercapai, selain diupayakan dengan kerja keras, dan pemerataan pendapatan, juga dilandasi dengan keimanan.
Ketika saya berkesempatan ke Eropa, terlihat bahwa perbedaan kualitas hidup manusia dibedakan atas kualitas keyakinan dan kemampuan untuk mengelola keyakinan itu sendiri. Tempaan kehidupan mereka sehari-hari menumbuhkan jiwa ”struggle” yang membuat mereka mampu menghadapi berbagai cobaan.
Allah telah nyata-nyata mengatakan bahwa manusia itu selalu diuji. Untuk itu juga telah dipersiapkan berbagai jalan untuk menghadapi cobaan tersebut. Bahkan dijanjikan akan sukses, bahagia dunia dan akhirat apabila kita melaksanakan dan mencapai ridhanya. Alhmadulillah dalam bulan puasa ini bertaburan ridha Allah dan banyak fasilitas untuk mendapatkannya.
Momen bulan puasa ini dapat kita manfaatkan dengan baik, sehingga mampu membawa perubahan yang luar biasa pada diri dan masyarakat kita. Kebanggaan sebagai muslim hendaklah bertumbuh dengan baik, tanpa takut dikatakan ortodok, terkebelakang, kaku, dan tidak modern dan lain sebagainya. Karena sesungguhnya Islam itu mampu mengisi seluruh aspek kehidupan baik zaman dahulu maupun dunia semodern apapun.
Apalagi puasa mengajarkan kepada kita bagaimana pedihnya rasa lapar seraya mengajak orang muslim yang mampu untuk berbagi sehingga tercipta suatu kesatuan masyarakat yang solid. Puasa mengajarkan kejujuran, karena dengan kejujuran perekonomian akan berjalan dengan baik.
Sifat yang suka menipu, mengurangi timbangan dan lainnya berubah baik dalam puasa sampai sesudah puasa sehingga menjadi way of life-nya. Dapat kita bayangkan dengan berpuasa ini, apabila masyarakat Islam secara serempak melaksanakan puasa sampai ke tingkatan ketiga yang dikemukakan oleh Imam Gazali, maka suasana kebahagiaan sebagai tujuan ekonomi akan muncul. ***
Prof Dr H Detri Karya MA Rektor Universitas Islam Riau